SURABAYA, radarpenanews.com – Mata pencaharian tambahan dengan melakukan shiping-shiping atau pembersihan sisa-sisa muatan minyak Crude Palm Oil (CPO), dari kapal-kapal besar ditengah laut yang habis bongkar muatan, sangat dirasakan para nelayan khususnya, di Morokrembangan Surabaya.
Kisaran kurang lebih 15 tahunan, Pak IS salahsatu nelayan pencari udang laut, sangat dirasakan perolehan uang tambahan dengan menyiping atau pembersihan sisa-sisa minyak CPO dari kapal-kapal besar ditengah laut yang habis bongkar muatan.
“Saya menyiping atau istilah koret-koret minyak CPO ini, bersama saudara-saudara saya dengan membawa puluhan jerigen menggunakan perahu sendiri, sudah ada kurang lebih 15 tahunan, hingga saat ini,” kata Pak IS, nelayan asal Morokrembangan, diwawancarai secara ekseklusifnya, pada Kamis (18/04/2024).
Menurut Pak IS, kebanyakan para nelayan di Morokrembangan mata pencaharian tambahan sebagai penyiping minyak CPO, karena mencari ikan mulai di perairan Teluk Lamong hingga ke Selat Madura sepi.
“Maka dari itu, saya berinisiatif mencari uang tambahan sebagai penyiping atau pengintir minyak CPO di kapal ini perairan Teluk Lamong, yang memakan waktu perjalanan menggunakan perahu selama kurang lebihnya 1 jam perjalanan dari Morokrembangan,” terang Pak IS.
Orang pertama yang menampung minyak CPO shipingan dari para nelayan, dulunya adalah Pak Adi (Bos Geng) hingga ke Pak Galimun (meninggal dunia), dan saat ini Mas Ujik atau mas Eko.
“Beruntung ada beliau-beliau yang menampung minyak CPO dari nelayan yang melakukan shiping untuk dibeli. Kalau tidak ada yang membeli bagaimana? Kan.. percuma hasil kerja keras tambahan saya,” ungkap Iswanto.
Senada dengan Mas Ucok, yang juga nelayan asal Morokrembangan Surabaya, dirinya sudah hampir 12 tahun menggeluti profesi tambahan shiping-menyiping minyak CPO di Kapal-kapal besar di tengah laut.
“Kalau istilah kerja tambahan shiping-menyiping minyak CPO tidak semudah itu. Kita harus bisa melawan pantangan panas teriknya matahari ditengah laut, belum lagi hujan kehujanan hingga melawan angin dan ombak,” urai Mas Ucok.
“Nelayan yang mencari uang tambahan sebagai penyiping minyak CPO ke Kapal-kapal ditengah laut, gak ada yang bersih. Semua orangnya hitam-hitam kulitnya. Tapi tidak apa-apa semuanya demi menafkahi keluarga,” tandas Mas Ucok.
Ia juga mengutarakan, orang-orang yang menyiping minyak CPO tidak memakai baju, dan hanya memakai celana dalam, lalu masuk hingga ke lubang-lubang kapal yang masih ada sisa-sisa minyak CPO menggunakan setangkai karet sendal, lalu ditampung kedalam ember 30 liter.
“Jika ember ini yang saya bawah penuh, lalu dituang ke jerigen kosong di perahu hingga semua puluhan jerigen kosong penuh dengan minyak CPO, kemudian pulang dan disetorkan kepada penampung yang membeli,” ucap Mas Ucok.
“Menjadi penyiping minyak CPO ini, sudah puluhan tahun lamanya. Saya merasa bangga sekali, karena hasil kerja keras tambahan yang diperoleh bisa dirasakan oleh keluarga,” sambungnya.
Mas Ucok juga menyebut, kemarin-kemarin mendengar kabar berita dari media massa, bahwa Bos pembeli minyak CPO shipingan dipermasalahkan karena tidak memiliki cukup izin usaha dan diduga ilegal.
“Tapi, kalau pembeli minyak CPO shipingan ditutup dan tidak boleh membeli lagi. Terus minyak CPO hasil shipingan para nelayan mau dijual kemana,” tanya Mas Ucok.
“Jangan begitulah, ini menyangkut sandang pangan orang banyak. Sampai kapanpun kami para nelayan akan bersikeras mempertahankan pembeli minyak CPO,” imbuh Mas Ucok. (Abd. Rosi)